Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon
Hubbul Wathon minal Iman
Wala Takun minal Hirman
Inhadlu Alal Wathon
Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon
Hubbul Wathon minal Iman
Wala Takun minal Hirman
Inhadlu Alal Wathon
Indonesia Biladi
Anta ‘Unwanul Fakhoma
Kullu May Ya’tika Yauma
Thomihay Yalqo Himama
Pusaka
Hati Wahai Tanah Airku
Cintaku
dalam Imanku
Jangan
Halangkan Nasibmu
Bangkitlah
Hai Bangsaku
Pusaka
Hati Wahai Tanah Airku
Cintaku
dalam Imanku
Jangan
Halangkan Nasibmu
Bangkitlah
Hai Bangsaku
Indonesia
Negriku
Engkau
Panji Martabatku
Siapa
Datang Mengancammu
Kan
Binasa di bawah durimu
Diciptakan oleh : KH. Wahab Chasbullah
KH. Abdul Wahab Hasbullah (lahir di Jombang, 31 Maret 1888 – meninggal
29
Desember 1971
pada umur 83 tahun) adalah seorang ulama pendiri Nahdatul
Ulama. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang berpandangan
modern, da’wah beliau dimulai dengan mendirikan media massa atau surat kabar,
yaitu harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau Soeara NO dan Berita Nahdlatul
Ulama.
Ayah KH Abdul Wahab
Hasbullah adalah KH Hasbulloh Said, Pengasuh Pesantren Tambakberas Jombang Jawa
Timur, sedangkan Ibundanya bernama Nyai Latifah. dan mempunyai cicit bernama
Rizky Fadlullah.
Beliau juga seorang
pelopor dalam membuka forum diskusi antar ulama, baik di lingkungan NU,
Muhammadiyah dan organisasi lainnya. Ia belajar di Pesantren Langitan Tuban,
Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang, belajar pada
Syaikhona R. Muhammad Kholil Bangkalan Madura, dan Pesantren Tebuireng Jombang
di bawah asuhan Hadratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari. Disamping itu, Kyai
Wahab juga merantau ke Makkah untuk berguru kepada Syaikh Mahfudz at-Tirmasi
dan Syaikh Al-Yamani dengan hasil nilai istimewa.
KH. Abdul Wahab Hasbulloh merupakan
bapak Pendiri NU Selain itu juga pernah menjadi Panglima Laskar Mujahidin
(Hizbullah) ketika melawan penjajah Jepang. Beliau juga tercatat sebagai
anggota DPA bersama Ki Hajar Dewantoro. Tahun 1914 mendirikan kursus bernama
“Tashwirul Afkar”.
Tahun 1916 mendirikan Organisasi
Pemuda Islam bernama Nahdlatul Wathan, kemudian pada 1926 menjadi Ketua Tim
Komite Hijaz. KH. Abdul Wahab Hasbulloh juga seorang pencetus dasar-dasar
kepemimpinan dalam organisasi NU dengan adanya dua badan, Syuriyah dan
Tanfidziyah sebagai usaha pemersatu kalangan Tua dengan Muda.
KH. A. Wahab Hasbullah adalah pelopor
kebebasan berpikir di kalangan Umat Islam Indonesia, khususnya di lingkungan
nahdhiyyin. KH. A. Wahab Hasbullah merupakan seorang ulama besar Indonesia.
Beliau merupakan seorang ulama yang menekankan pentingnya kebebasan dalam
keberagamaan terutama kebebasan berpikir dan berpendapat. Untuk itu kyai Abdul
Wahab Hasbullah membentuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan
Pemikiran) di Surabaya pada 1914.
Mula-mula kelompok ini mengadakan
kegiatan dengan peserta yang terbatas. Tetapi berkat prinsip kebebasan berpikir
dan berpendapat yang diterapkan dan topik-topik yang dibicarakan mempunyai
jangkauan kemasyarakatan yang luas, dalam waktu singkat kelompok ini menjadi
sangat populer dan menarik perhatian di kalangan pemuda. Banyak tokoh Islam
dari berbagai kalangan bertemu dalam forum itu untuk memperdebatkan dan
memecahkan permasalahan pelik yang dianggap penting.
Tashwirul Afkar tidak hanya menghimpun
kaum ulama pesantren. Ia juga menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar
informasi antar tokoh nasional sekaligus jembatan bagi komunikasi antara
generasi muda dan generasi tua. Karena sifat rekrutmennya yang lebih
mementingkan progresivitas berpikir dan bertindak, maka jelas pula kelompok
diskusi ini juga menjadi forum pengkaderan bagi kaum muda yang gandrung pada
pemikiran keilmuan dan dunia politik.
Bersamaan dengan itu, dari rumahnya di
Kertopaten, Surabaya, Kyai Abdul Wahab Hasbullah bersama KH. Mas Mansur
menghimpun sejumlah ulama dalam organisasi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah
Air) yang mendapatkan kedudukan badan hukumnya pada 1916. Dari organisasi
inilah Kyai Abdul Wahab Hasbullah mendapat kepercayaan dan dukungan penuh dari
ulama pesantren yang kurang-lebih sealiran dengannya. Di antara ulama yang berhimpun
itu adalah Kyai Bisri Syansuri (Denanyar Jombang), Kyai Abdul Halim,
(Leimunding Cirebon), Kyai Alwi Abdul Aziz, Kyai Ma’shum (Lasem) dan Kyai
Cholil (Kasingan Rembang). Kebebasan berpikir dan berpendapat yang dipelopori
Kyai Wahab Hasbullah dengan membentuk Tashwirul Afkar merupakan warisan
terpenting beliau kepada kaum muslimin Indonesia. Kyai Wahab telah mencontohkan
kepada generasi penerusnya bahwa prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat
dapat dijalankan dalam nuansa keberagamaan yang kental. Prinsip kebebasan
berpikir dan berpendapat tidak akan mengurangi ruh spiritualisme umat beragama
dan kadar keimanan seorang muslim. Dengan prinsip kebebasan berpikir dan
berpendapat, kaum muslim justru akan mampu memecahkan problem sosial
kemasyarakatan dengan pisau analisis keislaman.
Pernah suatu ketika Kyai Wahab
didatangi seseorang yang meminta fatwa tentang Qurban yang sebelumnya orang itu
datang kepada Kyai Bisri Syansuri. “Bahwa menurut hukum Fiqih berqurban seekor
sapi itu pahalanya hanya untuk tujuh orang saja”, terang Kyai Bisri. Akan
tetapi Si Fulan yang bertanya tadi berharap anaknya yang masih kecil bisa
terakomodir juga. Tentu saja jawaban Kyai Bisri tidak memuaskan baginya, karena
anaknya yang kedelapan tidak bisa ikut menikmati pahala Qurban. Kemudian oleh
Kyai Wahab dicarikan solusi yang logis bagi Si Fulan tadi. “Untuk anakmu yang
kecil tadi belikan seekor kambing untuk dijadikan lompatan ke punggung sapi”,
seru kyai Wahab.
Dari sekelumit cerita di atas tadi,
kita mengetahui dengan jelas bahwa seni berdakwah di masyarakat itu memerlukan
cakrawala pemikiran yang luas dan luwes. Kyai Wahab menggunakan kaidah
Ushuliyyah “Maa laa yudraku kulluh, laa yutraku julluh”, Apa yang tidak bisa
diharapkan semuanya janganlah ditinggal sama sekali. Di sinilah peranan Ushul
Fiqih terasa sangat dominan dari Fiqih sendiri.
Dari catatan sejarah berdirinya GP
Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU). Berawal dari perbedaan antara
tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan,
organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan
mubaligh dan pembinaan kader. KH. Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan
KH. Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang
berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi
kepemudaan Islam. Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang
mendukung KH. Abdul wshab hasbulloh –yang kemudian menjadi pendiri NU–
membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air).
Organisasi inilah yang menjadi cikal
bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan
nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul
Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH.
Abdul Wahab Hasbullah —ulama besar sekaligus guru besar kaum muda saat itu,
yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada
penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan
agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta
tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi
yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO harus senantiasa mengacu
pada nilai-nilai dasar sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan
pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam.
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian
dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi
NU. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram
1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian
(departemen) pemuda NU. Dimasukkannya ANO sebagai salah satu departemen dalam
struktur kelembagaan NU berkat perjuangan kiai-kiai muda seperti KH. Machfudz
Siddiq, KH. A. Wahid Hasyim, KH. Dachlan
Sumber : Wikipedia